Kamis, 26 November 2015

Gerimis














06:05
Gerimis
Sepagi ini kamu datang. Menyapaku di ujung jendela.
Aku menanti mentari. Menanti sinar yang yang selalu memberi.
Aku senang kamu datang. Membuatku sempurna mematung di ujung jendela.
Menetes. Lembut. Jernih. Itu kamu.
Terdiam. Harapan. Rindu. Itu aku saat menatapmu.
Andai bulir jernihmu adalah sepasang mata.
Akan ku tatap lekat, berharap menemukan kedamaian.
Dan kamu, tatap lekat mataku.
Kamu akan menemukan potret kenangan berserakan tak berbingkai.
Cukup kamu lihat. Dan temukan ruang lain disana.
Tinggal lah di sana, berikan selalu harapan berikan selalu kedamaian.
Gerimis,.
Antar aku kembali pada selimut.
Dan tetaplah disana, menatapku dari ujung jendela.

Senin, 12 Oktober 2015

PERBINCANGAN HARI INI

04 Agustus 2014

Bercengkrama bersama keluarga, membicarakan hal-hal yang ringan. Hanya bersama mama sih, adik-adikku sibuk dengan mainannya masing-masing. Adik laki-lakiku sibuk dengan layang-layangnya, yang entah sampai kapan pembuatannya selesai. Karena aku perhatikan, hampir setiap hari ia membuat layang-layang baru. Berbagai alasan ia kemukakan jika ditanya perihal itu. Layang-layangnya tersangkut lah, putus lah, sampai layangannya ia jual.  Ah, sudahlah. kali ini aku bukan ingin membahas masalah layang-layang.
Bapak sedang tak dirumah, beliau pagi-pagi sekali mengantar si Abah yang entah mau kemana. Mama dan adik perempuanku baru saja tiba dari acara pernikahan di kampung sebelah. Lah aku sendiri sebenarnya tak jelas apa yang tengah aku lakukan. Maklumlah libur sekolah, libur pula aktivitas di rumah. Hehe..
Ketika sedang asyik berbincang di ruang depan, melintas sepeda motor yang di kendarai laki-laki muda membonceng gadis remaja yang masih mengenakan seragam putih abunya. Mama bertanya padaku, “apakah aku mengenal gadis itu?”. Aku mencoba mengingat-ingat dengan hanya ada satu petunjuk, yaitu logo sekolah yang tertempel di seragam putihnya yang selintas terlihat  olehku. Aku tahu dia berasal dari sekolah mana, tak begitu jauh lah dari sekolahku yang dulu. Tapi rasa-rasanya tak ada siswi yang berasal dari sekolah itu di sekitar kampungku. Aku balik bertanya pada mama, “kenapa memang dengan gadis itu, tak biasanya mama meneliti orang yang melintas di depan rumah?”.
Dan oh ternyata,.. mama tadi sempat melihat gadis itu di salah satu rumah dikampung sebelah. Yaa.. dengan perilaku yang tak sepantasnya dilakukan oleh wanita, apalagi sebagai pelajar. Aku tahu rumah yang mama maksud. Letaknya memang berada di pojok dekat hutan. Pantas saja mama begitu ingin tahu siapa gadis itu.
Mama sempat menyayangkan, gadis muda itu pastilah pamit kepada orang tua untuk memasuki gerbang ilmu. Pastilah di  bekali doa yang tak pernah berhenti terucap dari bibir sang pendoa yakni ibu. Tapi ternyata ia malah berbelok menuju gerbang kemaksiatan mengacuhkan rintihan doa seorang ibu. Aku tahu mama berkata seperti itu agar hal itu menjadi pelajaran bagiku. Pelajaran agar aku mengetahui siapa aku, dan bagaimana aku harus berperilaku.
Aku sendiri amat sangat menyayangkan. Gadis  muda yang hanya baru menginjak beberapa tangga kehidupan, dengan kesuksesan yang sebenarnya menanti dimasa depan,  harus terjatuh dan sulit menapaki tangga berikutnya. Membiarkan kebahagiaannya melayang, hanya karena takut di putus si ayang. Aku tahu siapapun yang tersentuh oleh rasa yang disebut cinta yang dibalut oleh nafsu biadab pastilah akan terlupa dengan tujuan hidupnya bahkan mungkin terhadap Tuhannya.
Apakah seperti itu cara mencintai?
Merusak masa depan seseorang yang akan menjadi masa depannya. Menyengsarakan seseorang yang kelak akan menjadi keluarganya. Sepertinya hanya beberapa orang saja yang mampu mengendalikan dan menjaga cinta yang dimilikinya. Tetap mencintai meski hanya tersimpan dalam hati, tetap bahagia meski hanya tertanam dalam dada.
Aku sendiri bukan gadis suci yang tak pernah luput dari jerat kemaksiatan. Bukan wanita muslimah yang pandai menyimpan perasaan. Aku dan dia sama-sama perempuan, sama-sama tengah menuntut ilmu, sama-sama memiliki godaan sebagai remaja. Tapi aku harap aku tak pernah memiliki perilaku yang sama dengannya. Aku menulis seperti ini bukan maksud apa-apa, apalagi untuk menjelekkan orang lain. Aku menulis karena aku berharap tulisan ini mampu menjadi pengingat bagi diriku sendiri. Pengingat ketika aku mulai lupa tujuan hidupku, pengingat ketika aku terlena oleh indahnya dunia dan tentunya menjadi pelajaran bagiku yang saat ini dalam tahap menuntut ilmu untuk benar-benar meluruskan niat dan tetap menjadikan keluarga sebagai cambuk dalam perjalananku.

Indah dengan sendirinya

Akhirnya ada yang sadar juga, bahwa ada sesuatu yang spesial di pelataran masjid sana. ku kira hanya aku yang mengaguminya.
ini bisa dikatakan sakura nya Indonesia. cantik. cantik sekali. apalagi ketika dihiasi langit malam. memesona.
Foto ini diambil 3 tahun yang lalu. 12 Oktober 2012. Dan saat ini, tanaman ini masih konsisten menebar keindahannya. menyelipkan rasa yang menyejukkan kala menatapnya. ya, 12 Oktober 2015 bunga kuning ini sedang cantik cantiknya, menghias pelataran masjid.
"Sebenarnya aku menyukai mu sejak awal. sejak pertama aku mengenal mu di salah satu kota di Jawa Timur. berbaris rapi, menghias jalan yang saat itu tengah aku lewati. Dan ternyata kita kembali bertemu. Disini. Dibelahan pulau jawa yang berbeda, Bandung Jawa Barat.
Kamu disini sebatang kara. tidak lagi berberis di pinggir jalan dengan kawan-kawanmu yang tak kalah cantik. kamu lebih memilih tumbuh diantara riuhnya aktivitas dunia kampus. Dunia yang cenderung berjalan lurus tanpa peduli kehidupan disekitarnya. Dunia dengan para penghuninya yang sulit meluangkan waktu untuk sekedar melirik dan memujimu.
Aku bangga padamu. kamu tak pernah menganggap semua itu masalah. Tak pernah mengharap siapapun untuk melihatmu dan kemudian memujimu. Kamu tetap memberikan keindahan bagi mereka yang tak mengindahkanmu. kamu tetap indah dengan warnamu. kamu tetap indah dengan ketulusanmu. kamu tetap indah dengan kesetiaanmu. Aku menyukaimu.
Tetaplah disana, temani kami. temani aku yang selalu butuh kesejukkan dari indahmu. Tetaplah disana dipelataran masjid, tempat kami menjalin kasih dengan yang maha kasih. tetaplah disana hingga aku pergi. dan kelak akan datang, hanya untuk menemuimu kembali.
Indahmu adalah inspirasi bagiku."

Senin, 28 September 2015

Idul Adha 2015


Idul Adha? kapan? besok? kok aku masih disini? dimana? ya disini? masih di alam dunia kan? bersyukurlah kamu.
apa sih itu. aneh bacanya. hahaha
besok idul adha, hari raya agung, hari berqurban. H-1 aku masih menjalani rutinitas di kampus. meski untungnya diliburkan untuk jadwal praktikum.
tenang, untuk kali ini rasanya aku mulai terbiasa melewati hari raya jauh dari orang tua. aku mulai terbiasa? atau terpaksa terbiasa? entah.
idul adha yah? jadi ingat beberapa tahun lalu, ketika masih aktif di organisasi intra di SMA. dulu, sehari sebelum idul adha aku masih disekolah membereskan surat-surat untuk kegiatan LDKS. sampai magrib menjelang, aku masih diruang OSIS bersama dua rekan laki-lakiku. dia lah sang ketua dan wakilnya.
surat yang bertumpuk, belum di cap dan belum dilipat itu seolah menahanku agar tetap di ruangan itu. hingga setelah adzan berkumandang, bapak datang menjemput. tentu saja aku harus pulang, masa bodo dengan tumpukkan kertas itu. aku seperti lupa akan tanggung jawabku ketika melihat wajah bapak dan adikku menjemput.
bergegas pulang, meningggalkan dua rekanku. segera naik motor tua bapak dan mampir sebentar dikosan untuk mengambil baju. baju kotor yang akan dicuci di rumah. hehehe..
kosan ternyata sudah sepi. tak tersisa satu orang pun, yaa kecuali ibu kostnya. motor tua mulai melaju, menembus angin malam di tengah kumandang takbir yang menggema. bersama bapak, akan selalu indah. bersama bapak, kemanapun aku senang.
tak terasa, keadaan sekarang amat berbeda. jarakku terlalu jau untuk bapak jemput dengan motor tuanya, seperti waktu itu.
mudah-mudahan bapak diberikan kesehatan selalu disana. aamiin..

Rabu, 12 Agustus 2015

Oh, Rangga?





Siang ini begitu terik, nampaknya matahari sedang membalaskan dendamnya hari ini karena kemarin ia tak diberi kesempatan untuk memamerkan sinarnya. Tertutup awan pekat seharian penuh. Hari ini pun hari keberuntungan untuk kelasku, pasalnya Dosen tauhid tak berminat masuk, entah kemana tanpa kabar. Membiarkan kami menunggu 30 menit lamanya lalu kemudian memutuskan membubarkan diri membiarkan kelas tak berpenghuni. Berhamburan dengan berbagai tujuan yang berbeda. Ada yang langsung ke kantin, ada juga yang merencanakan mengerjakan tugas untuk sabtu besok, dan beberapa lagi ada yang pergi ke gedung student center untuk mengikuti audisi biology voice yang memang pendaftarannya dimulai hari ini. Aku pun seharusnya ikut kesana. Mengikuti audisi itu. Sedikit aneh memang orang sepertiku mengikuti grup yang menjadikan suara sebagai modal utama. Tentu saja bukan karena aku merasa suaraku merdu atau bagaimana, hanya saja aku ingin bisa bernyanyi. Untuk apa? Itu rahasia, ada misi yang aku rencanakan untuk nanti dimasa depan.
Tapi kali ini aku tak bisa mengikutinya, ada hal yang lebih penting. Aku harus ke kantor pos.
Menuruni tangga dengan canda tawa yang terdengar dari mereka yang berlalu lalang. ada yang naik dan ada yang turun sepertiku.
Sampai dilantai satu, tepat dibawah tangga kulihat ada meja kecil dengan hiasan kertas karton dan origami yang berwarna warni. Tampak ramai dengan orang-orang yang mengerumuninya. Aku penasaran, karena seingatku tadi pagi tak ada kerumunan macam ini. Kusempatkan melihat dan menghampiri kerumunan itu. Baru selangkah mendekat, terdengar teriakan-teriakan dari mereka yang memintaku untuk mendekat dan membaca selebaran penuh warna.


“Sini teh, ayo gabung sama kita. Banyak lho teh jenis perlombaannya” kata salah satu perempuan yang antusias menyuruhku mendekat sambil menunjuk-nunjukkan selebaran.
Aku sedikit bingung, belum sempat aku membaca selebaran yang ia berikan, lagi-lagi perempuan tadi dengan semangat menjelaskan semuanya. Aku mengangguk-anggukkan mencoba mencerna apa yang dikatakannya. Dan akhirnya aku tahu ternyata ini adalah stand pendaftaran berbagai perlombaan yang diadakan Himatika. Himatika adalah semacam organisasi atau himpunan mahasiswa jurusan matematika. Kalau dijurusanku Himbiosai namanya, akromnim dari Himpunan Mahasiswa Biologi Saintek.
Kembali ke selebaran yang ku baca, di dalamnya tertulis berbagai lomba seperti lomba tulis cerpen, puisi, fotografi, edit video, dan kaligrafi. Sebenarnya aku sempat melihat pengumuman ini sebelumnya di mading depan kelas, tapi tak begitu ku perhatikan. Hanya membaca selintas, dan berlalu tak membekas.
Aku bertanya mengenai salah saatu lomaba, lomba tulis cerpen. Karena dari dulu aku tak cukup berani mengikutsertakan cerita-cerita yang pernah kutulis. Ku tanyakan bagaimana persyaratan dan ketentuannya. Kemudian memberiku selembar kertas dan aku dapat membaca semua informasi yang ku tanyakan tadi.
Kupastikan kali ini aku harus ikut, entah itu dengan karya yang jelek atau bagus apalagi masalah menang atau kalah, ah itu sama sekali tak aku pikirkan. Aku berani menulis saja, sudah merupakan kebanggaan tersendiri.
Ku tuliskan namaku di lembar daftar para peserta, cukup banyak ternyata yang berminat. Meskipun yang paling banyak pendaftarnya adalah lomba tulis puisi. Dan hei, Ada yang menarik. Tepat satu baris diatasku tertulis pendaftar dengan nama Rangga, dia mengikuti dua lomba sekaligus, tulis cerpen dan puisi. Tapi bukan perkara itu yang  membuatku tertarik. Namanya yang membuatku tersenyum tipis saat membacanya. Rangga. Nama itu mengingatkanku pada tokoh utama dalam film Ada Apa Dengan Cinta atau yang lebih dikenal dengan AADC yang diperankan oleh Nicholas Saputra. Seorang pujangga yang dingin dengan pengetahuan sastra yang luar biasa. Dan dialah yang memenangkan lomba puisi disekolahnya dan mengalahkan Cinta si anak mading yang terkenal pandai menciptakan puisi-puisi indah yang berhasil diperankan dengan baik oleh Dian Sastro Wardoyo. Wah sepertinya aku hapal sekali alur cerita dari Film tahun 2000-an itu ya?. Jelas!, selain karena aku memang suka filmnya, baru kemarin sore aku memutar kembali film lama itu di laptop. Jadi wajar saja alur dan perwatakan dari tokoh yang diperankan masih lekat di ingatanku. Film itulah yang secara perlahan membuatku menyukai sastra dan menulis. Nah, yang menjadi buah pikiranku adalah, akankah Rangga yang namanya tertulis diatas namaku itu memiliki kemampuan yang sama dengan tokoh Rangga dalam AADC? Lantas dia jugakah yang akan memenangkan perlombaan ini? Entahlah. Aku jadi penasaran dengan pertanyaanku sendiri. Akan ku tunggu karyanya, puisi dan cerita pendeknya untuk menjawab semua tanya di benakku.
Dan oh, baru kusadar, aku  harus segera pergi sebelum kantor pos di wilyah Ujung Berung sana tutup. Setelah membereskan pendaftaran berikut biaya administrasinya, aku minta izin untuk meninggalkan tempat itu. Aku kembali mengganggukkan kepala, namun kali ini pertanda aku pamit dan terdengar beberapa orang diantara mengucapkan terimakasih dengan iringan senyum yang merekah. Aku bergegas pergi dan mengingatkan diri agar tak lupa dengan misiku untuk menunggu karya seorang Rangga yang berada dalam dunia nyata.

Minggu, 09 Agustus 2015

Bayangan Hitam di Dinding Putih



19 Juni 2015
02 Ramadhan 1436 H

Pandanganku mengikuti banyanganmu, iya hanya bayangan hitammu yang tercetak di dinding putih itu. Tak pernah aku lepas pandanganku dari bayangan hitam itu. Tak pernah lepas, hingga akhirnya aku mendengar suaramu. Suaramu yang kemudian menghanyutkan aku dan beberapa pasang mata yang lain. Menyejukkan, membawa ku dan beberapa pasang mata berada dalam kekhusukan. Ku puji suaramu dalam hati, ku kagumi apa yang kamu lakukan malam ini. Aku tersenyum ketika kamu telah selesai mengucapkan salam. Lantas kemudian kembali berdiri untuk memulai rakaat yang baru. Aku tak dapat melihat wajahmu. Jangankan wajah, punggungmu pun tidak. Hijab itu terlalu tinggi, tak memungkin kan aku melihat kamu sang pemilik bayangan hitam di dinding putih. Hanya suaramu lah yang membelaiku. Membelai hatiku dengan lantunan kalam illahi yang kau ucapkan, menerbangkanku dengan sayap-sayap lembut suaramu.
            Sungguh, Ramadhan dimalam ketiga ini aku beruntung dapat melakukan kewajiban seorang hamba bersamamu, dengan waktu dan tempat yang sama meski kamu tak benar-benar tertangkap oleh lensa mataku. Kamu sosok baru yang aku kagumi dalam diam. Meski hanya menatap bayangan, dan tak bertatap dengan sang pemilik suara lembut pelantun kalam illahi, itu bukan masalah bagiku. Bukan alasan untuk tidak mengagumimu meski hanya dalam diam. Biar Allah yang tahu bagaimana ucap pujianku terhadapmu, bagaimana bahagianya aku menatap bayangmu, dan biarkan hanya Allah yang tahu apa yang kurasa ketika mata ini terpejam saat kamu melantunkan kalamNya.
            Terimakasih untuk keindahan dan kebahagiaan malam ini. Semoga di malam esok aku masih melihat bayanganmu di dinding putih yang sama dan mendengar lantunan kalam Allah dengan suara lembut yang sama. Ku nanti esok malam. J
#gadisbermukenaputih J
-bersambung-

Bayangan Hitam di Dinding Putih 2

22 Juni 2015
05 Ramadhan 1436 H
Lagi. Aku menikmati alunan indah suaramu. Terdiam. Beberapa kali mata terpejam untuk kemudian benar-benar tenggelam dalam kalam Allah yang kamu lantunkan. Malam ini aku tak hanya melihat bayang hitam mu di tembok putih itu. Kali ini aku melihat ragamu, meski tak bertatap, meski hanya selintas. Koko hitam yang kamu kenakan lengkap dengan peci diatas kepala sempurna membuatmu terlihat begitu berbeda dari yang lain.
Entah apa yang terjadi padaku, entah angin mana yang mengubah arah hatiku. Kenapa aku begitu mengagumimu, padahal sebelumnya sama sekali tidak. Tak terpikir akan mengenalmu bahkan sampai menaruh kagum berlebih terhadapmu.
Aku sadar, ada yang salah dengan semua ini. Aku yang berusaha melongokkan kepala ke balik hijab hanya untuk memastikan yang kudengar adalah memang suaramu. Meski akhirnya sia-sia. Belum sempat aku menengok, rasa malu telah datang menghampiri lebih dulu. Aku yang selalu merapikan posisi mukena yang tak berantakan sebenarnya. Mewanti wanti kamu kembali melintas di pintu itu. Padahal, kalaupun benar kamu melintas, sebenarnya kamu tak akan sedikitpun menatap kearahku. Bahkan mungkin kamu tak pernah menyadari kehadiranku.

-bersambung-
Design by BlogSpotDesign | Ngetik Dot Com